Selasa, 13 Desember 2011

Hak Suami Atas Isteri (Yang Wajib Dipenuhi Oleh Isteri)


Hak Suami Atas Isteri (Yang Wajib Dipenuhi Oleh Isteri)

Allah Ta'ala berfirman:
"Kaum lelaki itu adalah pemimpin-pemimpin atas kaum wanita - isteri-isterinya, karena Allah telah meleblhkan sebagian mereka dari yang lainnya, juga karena kaum lelaki itu telah menafkahkan dari sebagian hartanya. Oleh sebab itu kaum wanita yang shalihah ialah yang taat serta menjaga dirinya di waktu ketiadaan suaminya, sebagaimana yang diperintah untuk menjaga dirinya itu oleh Allah."
(an-Nisa':34)
Keterangan:
Menilik isi yang tersirat dalam ayat di atas, maka Allah Ta'ala sudah memberika ketentuan yang tidak dapat diubah-ubah atau sudah merupakan sunatullah, yaitu bahwa keharmonian rumahtangga itu, manakafa lelaki dapat menguasai seluruh hal-ihwal rumahtangga, dapat mengatur dan mengawasi isteri sebagai kawan hidupnya dan menguasai segala sesuatu yang masuk dalam urusan rumahtangganya itu sebagaimana pemerintah yang baik, pasti dapat menguasai dan mengatur sepenuhnya perihal keadaan rakyat.
Manakala ini terbalik, misalnya isteri yang menguasai suami, atau sama-sama berkuasanya, sehingga seolah-olah tidak ada pengikut dan yang diikuti, tidak ada pengatur dan yang diatur, sudah pasti keadaan rumahtangga itu menemui kericuan dan tidak mungkin ada ketenangan dan ketenteraman di dalamnya. Ringkasnya para suamilah yang wajib menjadi Qawwaamuun, yakni penguasa, khususnya kepada isterinya. Ini dengan jelas diterangkan oleh Allah perihal sebab-sebabnya, yaitu kaum lelakilah yang dikaruniai Allah Ta'ala akal yang cukup sempurna, memiliki kepandaian dalam mengatur dan menguasai segala persoalan, juga kekuatannyapun dilebihkan oleh Allah bila dibandingkan dengan kaum wanita, baik dalam segi pekerjaan ataupun peribadatan dan ketaatan kepada Tuhan. Selain itu suami mempunyai pertanggunganjawab penuh untuk mencukupi nafkah seluruh isi rumahtangga itu. Oleh sebab itu isteri itu baru dapat dianggap shalihah, apabilaia selalu taat pada Allah, melaksanakan hak-hak suami, memelihara diri di waktu suaminya tidak di rumah dan tidak seenaknya saja dalam hal memberikan harta yang menjadi milik suaminya itu. Dengan demikian isteri itupun pasti akan dilindungi oleh Allah dalam segala hal dan keadaan, juga ditolong untuk dapat melaksanakan tanggungjawabnya yang dipikulkan kepadanya mengenai urusan rumahtangganya itu.
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Janganlah seseorang mu'min lelaki itu membenci seseorang mu'min perempuan, sebab jikalau ia tidak senang dari wanita itu tentang suatu budipekertinya, tentunya ia akan merasa senang dari budipekertinya yang lain, atau dari budipekerti yang selain dibencinya itu." (Riwayat Muslim)

Sabda Nabi s.a.w. Yafraku, dengan fathahnya ya', saknahnya fa' dan fathahnya ra',
artinya: "membenci". Dalam bahasa Arab dikatakan:
"Wanita itu membenci dan suaminya juga membenci isterinya. Ra'nya dikasrahkan (dalam fi'il madhi atau past tense), sedang "Yafraku", ra'nya difathahkan (dalam fi'il mudhari' atau present tense). Maknanya: Sudah membenci dan sedang membenci.
Wallahu A'lam.
282. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya ketempat tidurnya, tetapi isteri itu tidak mendatangi ajakannya tadi, lalu suami itu menjadi marah pada malam harinya itu, maka para malaikat melaknati - mengutuk - isteri itu sampai waktu pagi." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim yang lain lagi, disebutkan demikian: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Apabila seseorang isteri meninggalkan tempat tidur suaminya pada malam harinya, maka ia dilaknat oleh para malaikat sampai waktu pagi."

Dalam riwayat lain lagi disebutkan sabda Rasulullah s.a.w. demikian:
Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, tiada seseorang lelakipun yang mengajak isterinya untuk datang di tempat tidurnya, lalu isteri itu menolak ajakannya, melainkan semua penghuni yang ada di langit - yakni para malaikat - sama murka pada wanita itu sehingga suaminya rela padanya - yakni mengampuni kesalahannya."

283. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tiada halal - yakni haram - bagi seorang isteri untuk berpuasa - sunnat - sedangkan suaminya menyaksikan - yakni ada, melainkan dengan izin suaminya itu dan tidak halal mengizinkan seseorang lelaki lainpun untuk masuk rumahnya - baik lelaki lain mahramnya atau bukan, kecuali dengan izin suaminya." (Muttafaq 'alaih)
Dan yang di atas itu lafaznya Imam Bukhari.

284. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w. sabdanya:
"Semua orang dari engkau sekalian itu adalah penggembala dan semuanya saja akan ditanya perihal penggembalaannya. Seorang amir - pamong peraja - adalah penggembala, orang lelaki juga penggembala pada keluarga rumahnya, orang perempuan pun penggembala pada rumah suaminya serta anaknya. Maka dari itu semua orang dari engkau sekalian itu adalah penggembala dan semua saja akan ditanya perihal penggembalaannya." (Muttafaq 'alaih)

285. Dari Abu Ali, yaitu Thalq bin Ali r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya untuk keperluannya - masuk ke tempat tidur - maka wajiblah isteri itu mendatangi - mengabulkan - kehendak suaminya itu, sekalipun di saat itu isteri tadi sedang ada di dapur." Diriwayatkan oleh Imam-Imam Termidzi dan an-Nasa'i dan Termidzi berkata bahwa
ini adalah Hadis hasan.

286. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Andaikata saya boleh menyuruh seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscayalah saya akan menyuruh isteri supaya bersujud kepada suaminya."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.

287. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Mana saja wanita yang meninggal dunia sedang suaminya rela padanya - tidak sedang mengkal padanya, maka wanita itu akan masuk syurga."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

289. Dari Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya:
"Saya tidak meninggalkan sesuatu fitnah sepeninggalku nanti yang fitnah itu Iebih besar bahayanya untuk dihadapi oleh kaum lelaki, Iebih hebat dari fitnah yang ditimbulkan oleh karena persoalan orang-orang perempuan." (Muttafaq 'alaih)

288. Dari Mu'az bin Jabal r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidaklah seseorang isteri itu menyakiti pada suaminya di dunia - baik hati atau badannya, melainkan isterinya yang dari bidadari yang membelalak matanya itu berkata: "Janganlah engkau menyakiti ia, semoga engkau mendapat siksa Allah. Hanyasanya ia di dunia itu adalah sebagai tamu bagimu, yang hampir sekali akan berpisah denganmu untuk menemui kita."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

[Kitab Riyadhus Sholihin, Karya Imam An-Nawawi]

0 komentar:

Posting Komentar