Sabtu, 17 Desember 2011

Shodaqoh/Infaq/IR = Bid'ah . . . . ? ? ?

1 komentar

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له .وأشهد أن لا إله إلا الله وحده .لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله

أما بعد

Sebelum Muslimin -Semoga Alloh Paring Barokah- Membaca Artikel Dibawah Ini, Perlu diperhatikan Beberapa Poin Penting Penjelasan Tentang: 
"Syahnya Penyampaian Ilmu Menurut Salafussholih" dan
"MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI/PENDAPAT"


Sebagaimana yang telah ma'ruf di kalangan ummat ini, bahwa Jihad merupakan salah satu instrumen penting di dalam upaya menegakan Agama Islam, dengan Tujuan mulia demi Menegakan Kalimat Alloh, dan Shodaqoh/Infaq merupakan salah satu bagian yang mustahil terpisahkan di dalam upaya mulia tersebut, sebagaimana Alloh dan Rosululloh telah memerintahkan di banyak Nash/Dalil Al-Qor'an dan Al-Hadits bbahwa Pentingnya Item tersebut . . .

Namun dewasa ini di dalam nadi keberislaman umat terdapat pemahaman yang beranggapan hawa Shodaqoh/Infaq bukanlah merupakan item penting, di dalam instrumen Jihad fisabilillah, dan mereka menggunakan Nash-nash Tsiqoh di dalam membenarkan anggapannya tersebut, dan bahkan mereka sampai di Taraf mengkafirkan muslimin yang mengamalkannyan karena dikatakan mengamalkan bid'ah atau mengada-adakan ibadah di dalam Islam, mereka membenturkan antara Nash Tsiqoh dengan Perkara Ijtihadiyah, di mana sudah Ma'ruf di dalam Salafussholih bahwa Ijtihadiyysh merupakan sumber rujukan Islam ke-3, setelah Kitabillah Al-Qor'an Al-Kareem dan Assunnatunnabi Al-Hadits . . .

Benarkah Tanggapan Mereka Bahwa Shodaqoh/Infaq/IR Merupakan Perkara Bid'ah dan Hal Mengada-ada di dalam Islam . . . ?


Insyaalloh, Saya akan memberikan Hujjah Tsiqoh untuk mematahkan pemahan mereka, sekaligus menerangkan Bagaimana Rosululloh dan Salafussholih di dalam Perkara Shodaqoh/Infaq/IR sebagai salah satu item instrumen pokok Bab Jihad fisabilillah . . .

Sengaja saya hadirkan Hujjah di dalam Pembahasan Ini dengan menggunakan sumber-sumber rujukan lengkap dengan posisi persis di dalam Kitab-kitab yang saya jadikan Refrensi, semata agar tidak adanya alasan dari mereka -golongan yg menisbatkan diri dengan menamakan golongannya Salafyyun, namun pada hakekatnya sangat jauh dari Praktek ibadah Golongan Mulia Salafussholih- . . .

Semoga Alloh memberikan petunjuk kepada saya dan mencatat penjabaran singkat saya ini sebagai amal jariyah  di sisi Alloh . . . Amiiin . . .

Hujjah 1:

Hujjah di dalam Al-Qor'an:

Hujjah di dalam Al-Hadits:
Hujjah 2:
Dari Abu Huroiroh -Rodhiaulloh ‘anhu-, Nabi –Sholaulloh’alaih wassalam- bersabda;
“Tujuh orang yang akan Alloh naungi, dihari tidak ada naungan kecuali naunganNya, -Ia melanjutkan haditsnya, di dalam haditsnya disebutkan: - …, dan orang yang bershodaqoh lalu menyembunyikannya, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqan tangan kanannya.”

[HR. Mutafaq’alaih, dari Abu Huroiroh -Rodhiaulloh ‘anhu-]
Kitab Refrensi:
-          HR. Shohih Al-Bukhori dalam Kitab Az-Zakat, Nomor: 660 dan 1423;
-          HR. Shohih Muslim dalam Kitab Az-Zakat, Nomor: 1031;
-          HR. Sunnan At-Turmudzi, Nomor: 1391;
-          HR. Sunnan An-Nasa’I, Nomor: 5380,
-          HR. Musnad Ahmad, Nomor: II/439;
-          HR. Musnad Malik, Nomor: 1777,


Hujjah 3:
Dari Uq’bah bin Amir -Rodhiaulloh ‘anhu-, Ia berkata; Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam- bersabda;
“Setiap manusia berada di dalam naungan shodaqohnya hingga diputuskan diantara manusia (hari kiamat).”

[Al-Hakim (I/416): “Sanadnya Shohih sebagaimana syarat Imam Muslim]
Kitab Refrensi:
-          HR. Shohih Ibnu Hibban (V/132, Nomor: 817),
-          Syekh Al-Albani: “Shohih” (Kitab Takhrijul Musykilah, Nomor: 118)


Hujjah 4:
Dari Abu Said Al-Khud’ri -Rodhiaulloh ‘anhu-; Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam- bersabda;
“Muslimin mana saja yang memakaikan pakaian kepada muslimin lain yang tidak memiliki pakaian, Alloh akan memakaikan pakaian kepadanya pakaian Surga. Muslimin mana saja yang memberikan makanan kepada muslimin lain yang kelaparan, Alloh akan memberikan kepadanya makanan dari buah-buahan surga. Muslimin mana saja yang memberikan minuman kepada muslimin lainnya yang kehausan, Alloh akan memberikan minuman kepadanya dari Ar-Rokhimul Mukhtum.”

[HR. Sunnan Abu Bawud dan Sanadnya ‘Layyin’.]
Kitab Refrensi:
-          HR. Sunnan Abu Dawud dalam Kitab Az-Zakat, Nomor: 1682,
-          HR. Sunnan At-Turmudzi, Nomor: 2449, Imam At-Turmudzi: “Hadits Ini Ghorib dan telah diriwayatkan pula dari ‘Atthiyyah dari Abu Sa’id secara mauquf, ini lebih Shohih”,
-          Kitab Dho’ifa Kitab Sunnan Abu Dawud, Nomor: 1682, Syekh Al-Albani: “Sanadnya Dho’if.”


Hujjah 5:
Dari Hakim bin Hizam -Rodhiaulloh ‘anhu-; Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam- bersabda;
“Tangan di atas (memberikan shodaqoh) lebih baik daripada tangan di bawah (penerima shodaqoh), mulailah shodaqoh kepada orang-orang yang kamu tanggung, sebaik-baiknya shodaqoh adalah pada saat kaya. Barangsiapa menjaga kehormatannya, Alloh akan menjaga kehormatannya, dan barangsiapa merasa cukup, Alloh akan kayakan.”

[HR. Mutafaq’alaih, Lafadz dari HR. Shohih Al-Bukhori]
Kitab Refrensi:
-          HR. Shohih Al-Bukhori dalam Kitab Az-Zakat, Nomor: 1428,
-          HR. Shohih Muslim dalam Kitab Az-Zakat, Nomor: 1034,

Hujjah 6:
Dari Abu Huroiroh -Rodhiaulloh ‘anhu-; dikkatakan kepada Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam-, “Shodaqoh apakah yang paling utama?”, Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam- bersabda: “Berusaha bershodaqohlah dimasa paceklik, dan memulailah bershodaqoh kepada orang-orang yang kamu tanggung.”

[HR. Musnad Ahmad dan HR. Sunnan Abu Dawud]
Kitab Refrensi:
-          HR. Musnad Ahmad, Nomor: 8487,
-          HR. Sunnan Abu Dawud dalam Kitab Az-Zakat, Nomor: 1677,
-          HR. Shohih Ibnu Hibban, Nomor: V/144,
-          HR. Musnad Al-Hakim, Nomor: I/1414,
-          HR. Ibnu Khuzaimah, Nomor: 2444, Ia Katakan: “Sanadnya Shohih dan semua rijalnya tsiqoh.”
-          Kitab Al-Irwaa’, Nomor: 834, Syekh Al-Albani: “Sanadnya Shohih”


Hujjah 7:
Darinya (Abu Huroiroh -Rodhiaulloh ‘anhu-) pula; Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam- bersabda: “Bershodaqohlah!”
Lalu seseorang berkata : “Wahai Rosululloh, saya memiliki sedinar,”
Beliau bersabda : “shodaqohkan kepada dirimu.”
Ia (lelaki tersebuut) berkata : “saya punya yang lainnya,”
Beliau besabda : “Shodaqohkan kepada anakmu,”
Ia berkata : “saya punya yang lainnya,”
Beliau besabda : “Shodaqohkan kepada pembantumu,”
Ia berkata : “saya punya yang lainnya,”
Beliau besabda : “engkau lebih paham darinya.”

[HR. Sunnan Abu dawud dan HR. Sunnan An-Nasa’i]
Kitab Refrensi:
-          HR. Sunnan Abu dawud dalam Bab Silaturrohim, Nomor: 1691,
-          HR. Sunnan An-Nasa’I dalam Kitab Az-Zakat, Nomor: 2535,
-          HR. Ibnu Hikam, Nomor: 828-830; HR. Musnad Al-Hakim, Nomor: I/415; HR. Musnad Ahmad, Nomor: 7371 dan 9736; Seluruhnya dari jalur Muhammad bin ‘Ajlan dari Al-Maq’buri dari Abu Huroiroh. Al-Hakim dan Adz-Dzahabi: “Riwayat Shohih sesuai dengan syarat Imam Muslim.”
-          Kitab Al-Irwaa’, Nomor: 895, Syekh Al-Albani: “Riwayat Hasan.”


Hujjah 8:
Dari ‘Aisyah -Rodhiaulloh ‘anha-, Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam- bersabda:
“Apabila seorang wanita (istri) bershodaqoh makanan dari rumah (suami)-nya dengan tanpa berlebih-lebihan, maka ia (istri) mendapatkan pahala shodaqohnya, suaminya mendapatkan pahala hasil usahanya, pemhantunya mendapat (pahala) seperti itu pula, dan sebagian merka tidak berkurang dari pahala sebagian lainnya sedikitpun juga.”

[HR. Mutafaq’alaih]
 Kitab Refrensi:
-          HR. Shohih Al-Bukhori di dalam Bab Ajrul Mar’ah Idza Tashodaqot, Nomor: 1425,
-          HR. Shohih Muslim di dalam Bab Ajrul Khoozin Al-Amiiin, Nomor: 1024,


Hujjah 9:
Dari Abu Sa’id Al-Khud’ri -Rodhiaulloh ‘anhu- berkata; Zainab Istrinya Ibnu Mas’ud datang dan berkata;
“Wahai Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam-, sesungguhnya engkau hari ini memerintahkan shodaqoh, dan saya memiliki perhiasan dan ingin bershodaqoh dengannya, lalu Ibnu Mas’ud beranggapan bahwa ia dan anaknya adalah yang lebih berhak diberikan shodaqoh (dari perhiasan milikku ini),”
Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam-:
“Ibnu Mas’ud benar, suamimu dan anakmu adalah orang yang paling berhak kamu shodaqohkan.”

[HR. Shohih Al-Bukhori]
Kitab Refrensi:
-          HR. Al-Bukhori, Kitab Az-Zakat, Bab Az-Zakat ‘alal Aqoorib, Nomor: 1462.


Hujjah 10:
Dari Ibnu ‘Umar -Rodhiaulloh ‘anhu-, Ia berkata; Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam- bersabda:
“Seseorang senantiasa meminta-minta (di dunia), sampai ia datang pada hari kiamat dalam keadaan wajahnya tidak ada daging sedikitpun.”

[HR. Mutafaq’alaih]
Kitab Refrensi:
-          HR. Shohih Al-Bukhori, dalam Kitab Az-Zakat, Nomor: 1475,
-          HR. Shohih Muslim, di dalam Bab Karohatul Mas’alaah Linnas, Nomor: 1040,


Hujjah 11:
Dari Abu Huroiroh -Rodhiaulloh ‘anhu-, Ia berkata; Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam- bersabda:
“Barangsiapa yang meminta harta manusia untuk memperkaya diri sendiri, sesungguhnya ia meminta bara api, silahkan ia mempersedikit atau memperbanyak! (sebagai pengelulu dari Rosululloh).”

[HR. Shohih Muslim]
Kitab Refrensi:
-          HR. Shohih Muslim, dalam Kitab Az-Zakat, Nomor: 1041,
-          HR. Musnad Ahmad, Nomor: 7123,


Hujjah 12:
Dari Az-Zubair Al-‘Awwam -Rodhiaulloh ‘anhu-, Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam- bersabda:
“Salah seorang dari kalian mengambil talinya dan membawa seikat kayu bakar di punggungnya, lalu ia menjualnya untuk memelihara kehormatannya, lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada manusia, mereka memberi atau tidak.”

[HR. Shohih Al-Bukhori, di dalam Bab Al-‘Istifaf fil Mas’alah, Nomor: 1471]


Hujjah 13:
Dari Samuroh bin Jundub, Ia berkata; Rosululloh –Sholaulloh’alaih wassalam- bersabda:
“Meminta-minta adalah cakaran yang dengannya ia mencakar wajahnya, kecuali meminta kepada penguasa atau kondisi sangat membutuhkannya.”

[HR. Sunnan At-Turmudzi, Nomor: 681, Imam At-Turmudzi Menshohihkannya]


Lalu Bagaimanakah Kedudukan Ibadah Shodaqoh/Infaq/IR di dalam Islam . . . ?

Shodaqoh/Infaq/IR merupakan kumpulan Ibadah di dalam Ilmu Ushul Fiqih dan Fiqih (Penjelasan Singkat Ilmu Ushul Fiqih; ILMU USHUL FIQIH) dikenal dengan nama "Ibadah Ghoiru Mahdhoh", yaitu secara singkat dapat dijelaskan; merupakan kumpulan ibadah yang tidak dijelaskan secara tartil/lengkap/spesifik cara praktik peribadahannya.

Maka di dalam mengatur praktik peribadahan ini -di dalam Ilmu Ushul Fiqih dan Fiqih- di kalangan Ummat di kenal dengan Rujukan yang dinamakan "Ijtihadiyyah", untuk lebih memahami sekelumit tentang bab "Ijtihadiyyah" di dalam Islam tersebut, silahkan mengkati penjelasan singkat saya di:

2. Al-Jama'ah

3. Keluar dari Jama'ah sebagai penyelesaian, lebih baikkah?

4. masih ragu atau menentang ?

5. Presiden = Amirul Mu'mini...?

6. Keuntungan Menetapi Jama’ah

7. Bagaimanakah 'Amalan Ibadah Kita???

 

Insyaalloh Setelah pembahasan singkat dari saya ini, Alloh membrikan ilmu kepada kita semua dan menghapuskan Syub'hat di dalam dada golongan yang menisbatkan dirinya kepada Golongan Salafussholih . . . 

 Sehingga terang benderang di hadapan Ummat, Bahwasannya Shodaqoh/Infaq merupakan Salah satu daripada Syiar-syiar Islam, dan merupakan kemuliaan bagi yang menjalannkannya . . .

 

Allohu'alam.

Semoga Alloh Paring Aman, Selamat, Lancar dan Barokah . . . Amiiin . . .

Selasa, 13 Desember 2011

Hak Suami Atas Isteri (Yang Wajib Dipenuhi Oleh Isteri)

0 komentar

Hak Suami Atas Isteri (Yang Wajib Dipenuhi Oleh Isteri)

Allah Ta'ala berfirman:
"Kaum lelaki itu adalah pemimpin-pemimpin atas kaum wanita - isteri-isterinya, karena Allah telah meleblhkan sebagian mereka dari yang lainnya, juga karena kaum lelaki itu telah menafkahkan dari sebagian hartanya. Oleh sebab itu kaum wanita yang shalihah ialah yang taat serta menjaga dirinya di waktu ketiadaan suaminya, sebagaimana yang diperintah untuk menjaga dirinya itu oleh Allah."
(an-Nisa':34)
Keterangan:
Menilik isi yang tersirat dalam ayat di atas, maka Allah Ta'ala sudah memberika ketentuan yang tidak dapat diubah-ubah atau sudah merupakan sunatullah, yaitu bahwa keharmonian rumahtangga itu, manakafa lelaki dapat menguasai seluruh hal-ihwal rumahtangga, dapat mengatur dan mengawasi isteri sebagai kawan hidupnya dan menguasai segala sesuatu yang masuk dalam urusan rumahtangganya itu sebagaimana pemerintah yang baik, pasti dapat menguasai dan mengatur sepenuhnya perihal keadaan rakyat.
Manakala ini terbalik, misalnya isteri yang menguasai suami, atau sama-sama berkuasanya, sehingga seolah-olah tidak ada pengikut dan yang diikuti, tidak ada pengatur dan yang diatur, sudah pasti keadaan rumahtangga itu menemui kericuan dan tidak mungkin ada ketenangan dan ketenteraman di dalamnya. Ringkasnya para suamilah yang wajib menjadi Qawwaamuun, yakni penguasa, khususnya kepada isterinya. Ini dengan jelas diterangkan oleh Allah perihal sebab-sebabnya, yaitu kaum lelakilah yang dikaruniai Allah Ta'ala akal yang cukup sempurna, memiliki kepandaian dalam mengatur dan menguasai segala persoalan, juga kekuatannyapun dilebihkan oleh Allah bila dibandingkan dengan kaum wanita, baik dalam segi pekerjaan ataupun peribadatan dan ketaatan kepada Tuhan. Selain itu suami mempunyai pertanggunganjawab penuh untuk mencukupi nafkah seluruh isi rumahtangga itu. Oleh sebab itu isteri itu baru dapat dianggap shalihah, apabilaia selalu taat pada Allah, melaksanakan hak-hak suami, memelihara diri di waktu suaminya tidak di rumah dan tidak seenaknya saja dalam hal memberikan harta yang menjadi milik suaminya itu. Dengan demikian isteri itupun pasti akan dilindungi oleh Allah dalam segala hal dan keadaan, juga ditolong untuk dapat melaksanakan tanggungjawabnya yang dipikulkan kepadanya mengenai urusan rumahtangganya itu.
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Janganlah seseorang mu'min lelaki itu membenci seseorang mu'min perempuan, sebab jikalau ia tidak senang dari wanita itu tentang suatu budipekertinya, tentunya ia akan merasa senang dari budipekertinya yang lain, atau dari budipekerti yang selain dibencinya itu." (Riwayat Muslim)

Sabda Nabi s.a.w. Yafraku, dengan fathahnya ya', saknahnya fa' dan fathahnya ra',
artinya: "membenci". Dalam bahasa Arab dikatakan:
"Wanita itu membenci dan suaminya juga membenci isterinya. Ra'nya dikasrahkan (dalam fi'il madhi atau past tense), sedang "Yafraku", ra'nya difathahkan (dalam fi'il mudhari' atau present tense). Maknanya: Sudah membenci dan sedang membenci.
Wallahu A'lam.
282. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya ketempat tidurnya, tetapi isteri itu tidak mendatangi ajakannya tadi, lalu suami itu menjadi marah pada malam harinya itu, maka para malaikat melaknati - mengutuk - isteri itu sampai waktu pagi." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim yang lain lagi, disebutkan demikian: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Apabila seseorang isteri meninggalkan tempat tidur suaminya pada malam harinya, maka ia dilaknat oleh para malaikat sampai waktu pagi."

Dalam riwayat lain lagi disebutkan sabda Rasulullah s.a.w. demikian:
Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, tiada seseorang lelakipun yang mengajak isterinya untuk datang di tempat tidurnya, lalu isteri itu menolak ajakannya, melainkan semua penghuni yang ada di langit - yakni para malaikat - sama murka pada wanita itu sehingga suaminya rela padanya - yakni mengampuni kesalahannya."

283. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tiada halal - yakni haram - bagi seorang isteri untuk berpuasa - sunnat - sedangkan suaminya menyaksikan - yakni ada, melainkan dengan izin suaminya itu dan tidak halal mengizinkan seseorang lelaki lainpun untuk masuk rumahnya - baik lelaki lain mahramnya atau bukan, kecuali dengan izin suaminya." (Muttafaq 'alaih)
Dan yang di atas itu lafaznya Imam Bukhari.

284. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w. sabdanya:
"Semua orang dari engkau sekalian itu adalah penggembala dan semuanya saja akan ditanya perihal penggembalaannya. Seorang amir - pamong peraja - adalah penggembala, orang lelaki juga penggembala pada keluarga rumahnya, orang perempuan pun penggembala pada rumah suaminya serta anaknya. Maka dari itu semua orang dari engkau sekalian itu adalah penggembala dan semua saja akan ditanya perihal penggembalaannya." (Muttafaq 'alaih)

285. Dari Abu Ali, yaitu Thalq bin Ali r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya untuk keperluannya - masuk ke tempat tidur - maka wajiblah isteri itu mendatangi - mengabulkan - kehendak suaminya itu, sekalipun di saat itu isteri tadi sedang ada di dapur." Diriwayatkan oleh Imam-Imam Termidzi dan an-Nasa'i dan Termidzi berkata bahwa
ini adalah Hadis hasan.

286. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Andaikata saya boleh menyuruh seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscayalah saya akan menyuruh isteri supaya bersujud kepada suaminya."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.

287. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Mana saja wanita yang meninggal dunia sedang suaminya rela padanya - tidak sedang mengkal padanya, maka wanita itu akan masuk syurga."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

289. Dari Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya:
"Saya tidak meninggalkan sesuatu fitnah sepeninggalku nanti yang fitnah itu Iebih besar bahayanya untuk dihadapi oleh kaum lelaki, Iebih hebat dari fitnah yang ditimbulkan oleh karena persoalan orang-orang perempuan." (Muttafaq 'alaih)

288. Dari Mu'az bin Jabal r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidaklah seseorang isteri itu menyakiti pada suaminya di dunia - baik hati atau badannya, melainkan isterinya yang dari bidadari yang membelalak matanya itu berkata: "Janganlah engkau menyakiti ia, semoga engkau mendapat siksa Allah. Hanyasanya ia di dunia itu adalah sebagai tamu bagimu, yang hampir sekali akan berpisah denganmu untuk menemui kita."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

[Kitab Riyadhus Sholihin, Karya Imam An-Nawawi]

Rabu, 07 Desember 2011

SEKELUMIT PEMBAHASAN SINGKAT TENTANG PERSOALAN: “SIAPAKAH AMIRUL MU’MININ YANG DIMAKSUDKAN DI DALAM AL-QOR’AN DAN AL-HADITS?”

0 komentar

SEKELUMIT PEMBAHASAN SINGKAT TENTANG PERSOALAN:

“SIAPAKAH AMIRUL MU’MININ YANG DIMAKSUDKAN DI DALAM AL-QOR’AN DAN AL-HADITS?”

Oleh:
Al-Kholid As-Saif Bin Al-Bangkalany




Sebelum Muslimin -Semoga Alloh Paring Barokah- Membaca Artikel Dibawah Ini, Perlu diperhatikan Beberapa Poin Penting Penjelasan Tentang:
"Syahnya Penyampaian Ilmu Menurut Salafussholih"
dan
"
MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI/PENDAPAT"





Penguasa Yang Adil


Alloh Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Alloh itu memerintahkan keadilan, berbuat baik dan memberikan bantuan
kepada kaum kerabat," sampai habisnya ayat. (an-Nahl: 90)

Alloh Ta'ala juga berfirman:
"Dan berlaku-adillah engkau semua, sesungguhnya Alloh itu mencintai orang-orang yang
berlaku adil." (al-Hujurat: 9)


657. Dari Abu Huroiroh R.A. dari Nabi SAW., sabdanya:
"Ada tujuh macam orang yang akan diberi naungan oleh Alloh dalam naungannya pada hari tiada naungan melainkan naungan Alloh itu sendiri, yaitu:
(1)   Imam (Amirul Mu’minin) yang adil (Menjalankan Hukum Alloh dan Rosululloh),
(2)   Pemuda yang tumbuh (sejak kecil) dalam beribadah kepada Alloh 'Azzawajalla,
(3)   Seseorang yang hatinya tergantung (sangat memperhatikan) kepada masjid-masjid (Ilmu Hukum Alloh dan Rosululloh),
(4)   Dua orang yang saling cintamencintai kerana Alloh, keduanya berkumpul atas keadaan yang sedemikian serta berpisah pun atas keadaan yang sedemikian,
(5)   Seseorang lelaki yang diajak (Maksiat kepada Alloh) oleh wanita yang mempunyai kedudukan serta kecantikan wajah, lalu ia berkata: "Sesungguhnya saya ini takut kepada Alloh," (ataupun sebaliknya yakni yang diajak itu ialah wanita oleh seorang lelaki),
(6)   Seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah lalu menyembunyikan amalannya itu (tidak menampak-nampakkannya), sehingga dapat dikatakan bahawa tangan kirinya tidak mengetahui apa-apa yang dilakukan oleh tangan kanannya, dan
(7)   Seseorang yang ingat kepada Alloh di dalam keadaan sepi lalu melelehlah airmata dari kedua matanya."
(HR. Muttafaq 'alaih)

658. Dari Abdulloh bin 'Amr bin al-'Ash RA, katanya: Rosululloh SAW bersabda:
“Sesungguhnya orang yang berlaku adil (Menegakan Hukum Alloh dan Rosululloh) itu di sisi Alloh akan menempati beberapa mimbar dari cahaya. Mereka itu ialah orang-orang yang adil dalam meneterapkan hukum, juga terhadap keluarga dan perihal apapun yang mereka diberi kekuasaan untuk mengaturnya."
(HR. Muslim)


659. Dari 'Auf bin Malik, katanya: Saya mendengar Rosululloh SAW bersabda:
"Imam-imam pilihan (Umaro) di antara engkau semua ialah orang-orang yang engkau semua mencintai mereka dan mereka pun mencintaimu semua, juga yang engkau semua mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untukmu semua. Adapun Imam-imam pilihan (Umaro) yang jair di antara engkau semua ialah orang-orang yang engkau semua membenci mereka dan mereka pun membenci padamu semua, juga yang engkau semua melaknat mereka dan mereka pun melaknat padamu semua."

'Auf berkata: Kita para sahabat lalu berkata:
"Ya Rosululloh, apakah kita tidak boleh menentang kepada Imam-imam (Umaro) yang sedemikian itu (berlaku Jair)?”

Beliau SAW bersabda:
"Jangan menentang mereka, selama mereka masih tetap mendirikan sholat di kalanganmu semua (selama menetapi Islam)."
(HR. Muslim)


660. Dari 'Iyadh bin Himar RA, katanya: Saya mendengar Rosululloh SAW bersabda:
"Ahli syurga itu ada tiga macam, iaitu:
(1)      Orang yang memerintah (Imam/Amirulmu’minan) yang berlaku adil (menegakan hukum Alloh dan Rosululloh) dan dikurniai taufik (yakni dikurniai pertolongan oleh Alloh untuk melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya di dalam Keimamannya),
(2)      Juga seorang yang berhati kasih sayang, lemah-lembut kepada semua kerabatnya dan juga kepada sesama Muslimnya, dan
(3)      Seorang yang menahan diri dari meminta-minta dan berusaha untuk tidak meminta-minta itu, sedangkan ia mempunyai keluarga banyak dan dalam keadaan miskin."
(HR. Muslim)








Wajibnya Mentaati Pada Penguasa Pemerintahan Dalam
Perkara-perkara Bukan Kemaksiatan Dan Haromnya Mentaati
Mereka Dalam Urusan Kemaksiatan



Alloh Ta'ala berfirman:

"Hai sekalian orang yang beriman, taatlah engkau semua kepada Alloh dan taat pulalah kepada
Rosululloh, juga kepada orang-orang yang memegang perkara dari kalanganmu sendiri."
(QS. An- Nisa': 59)


661. Dari Ibnu Umar RA dari Nabi SAW sabdanya:
"Wajib atas seseorang Muslim untuk mendengar dengan patuh serta mentaati (kepada Imam/Amirul Mu’minan), baik dalam hal yang ia senangi dan yang ia benci, melainkan jikalau ia diperintah untuk sesuatu kemaksiatan (Menentang Perintah Alloh dan Rosululloh). Maka apabila ia diperintah (oleh Amirul Mu’minan) dengan sesuatu kemaksiatan (perintah menentang hukum Alloh dan Rosululloh), tidak bolehlah ia mendengarkan perintahnya itu dan tidak boleh pula mentaatinya."
(HR. Muttafaq 'alaih)


662. Dari Ibnu Umar RA, katanya:
“Kita semua itu apabila berbai'at kepada Rosululloh SAW untuk mendengar dengan patuh dan mentaati (apa-apa yang diperintahkan olehnya SAW)”

Beliau SAW selalu bersabda:
“Dalam apa yang engkau semua kuasa melaksanakannya (yakni dengan sekuat tenaga yang ada padamu semua).”
(HR. Muttafaq 'alaih)


663. Dari Ibnu Umar RA, katanya: Saya mendengar Rosululloh SAW bersabda:
“Barangsiapa yang melepaskan tangan ketaatan (yakni keluar dari ketaatan terhadap Imam yang telah dibaiat), maka orang itu akan menemui Alloh pada hari kiamat, sedang ia tidak mempunyai hujah (alasan lagi untuk membela diri dari kesalahannya itu). Adapun yang meninggal dunia sedang di lehernya tidak ada pembai'atan (untuk mentaati pada Imam/Amirul Mu’minin Ar-Rosyid), maka matilah ia dalam keadaan mati jahiliyah."
(HR. Muslim)


Dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan:
"Dan barangsiapa yang mati dan ia menjadi orang yang memecah belah persatuan ummat (dengan membuat firqoh di kalangan kaum Muslimin), maka sesungguhnya ia mati dalam keadaan mati jahiliyah."


664. Dari Anas RA, katanya: Rosululloh SAW bersabda:
"Dengarlah olehmu (Mu’minin) semua dengan patuh dan taatlah pula (kepada Amirul Mu’minin), sekalipun yang perintah (yakni yang diangkat sebagai Amirul Mu’minin) atasmu semua itu seorang hambasahaya (keturunan Habsyi/Etiophia) yang keadaannya berkulit hitam, yang di kepalanya itu seolah-olah ada bintik-bintik hitam kecil-kecil (dalam riwayai lain disebutkan; seolah-olah kepalanya bagaikan anggur kering)."
(HR. Bukhori)


665. Dari Abu Huroiroh RA, katanya: Rosululloh SAW bersabda:
"Wajiblah atasmu itu mendengar dengan patuh serta mentaati (kepada Amirul Mu’minin) baik engkau dalam keadaan sukar ataupun lapang, juga baik engkau dalam keadaan rela menerima perintah itu ataupun dalam keadaan membencinya dan juga dalam hal yang mengalahkan kepentingan dirimu sendiri."
(HR. Muslim)


666. Dari Abdulloh bin Umar RA, katanya:
“Kita semua bersama Rosululloh SAW dalam suatu safar, kemudian kita turun berhenti di suatu tempat pemberhentian. Diantara kita ada yang memperbaiki pakaiannya, ada pula yang berlomba panah-memanah dan ada pula yang menyampingi ternak-ternaknya. Tiba-tiba di kala itu berserulah penyeru (mu’adzin) Rosululloh SAW mengatakan: ‘Sholat jamaah akan segera dimulai.’ Kita semua lalu berkumpul ke tempat Rosululloh SAW,”

Kemudian Beliau SAW bersabda:
“Sesungguhnya saja tiada seorang Nabi-pun yang sebelum saya itu, melainkan adalah haknya untuk memberikan petunjuk kepada ummatnya kepada apa-apa yang berupa kebaikan yang ia ketahui akan memberikan kemanfaatan kepada ummatnya itu, juga menakut-nakuti dari keburukan apa-apa yang ia ketahui akan membahayakan mereka. Sesungguhnya ummatmu semua ini keselamatannya diletakkan di bagian permulaannya dan kepada bagian penghabisannya akan mengenailah suatu bencana dan beberapa persoalan yang engkau semua mengingkarinya (tidak menyetujui karena berlawanan dengan syariat). Selain itu akan datang pula beberapa fitnah yang sebagiannya akan menyebabkan ringannya bagian yang lainnya. Ada pula fitnah yang akan datang, kemudian orang mu'min berkata: ‘Inilah yang menyebabkan kerusakanku,’ lalu fitnah itu lenyaplah akhirnya. Juga ada fitnah yang datang, kemudian orang mu'min berkata: ‘Ini, inilah yang terbesar (dari berbagai fitnah yang pernah ada).’ Maka barangsiapa yang senang jikalau dijauhkan dari neraka dan dimasukkan dalam syurga, hendaklah ia sewaktu didatangi oleh kematiannya itu, ia dalam keadaan beriman kepada Alloh dan hari akhir, juga memperlakukan para manusia dengan sesuatu yang ia senang jika diperlakukan sedemikian itu oleh orang lain. Dan barangsiapa yang membai'at seseorang imam, lalu ia telah memberikan tapak tangannya -dengan berjabatan tangan- dan memberikan pula buah hatinya - sebagai tanda keikhlasan, maka hendaklah ia mentaatinya apabila ia kuasa demikian -yakni sekuat tenaga yang ada pada dirinya-. Selanjutnya jikalau ada orang lain yang hendak mencabut –merampas kekuasaan imam yang telah dibai'at tadi-, maka pukullah leher orang lain itu -yakni perangilah yang membangkangtersebut-.”
(HR. Muslim)


667. Dari Abu Hunaidah (yaitu Wail bin Hujr RA), katanya: Salamah bin Yazid al-Ju'fi bertanya kepada Rosululloh SAW, lalu ia berkata:
"Yaa Nabiulloh, bagaimanakah pendapat Tuan, jikalau kita semua diperintah oleh Imam-imam, mereka selalu meminta hak mereka dan menghalang-halangi apa yang menjadi hak kita. Apakah yang Tuan perintahkan itu akan terjadi (dan bagaimana sikap kami)?"

Beliau SAW memalingkan diri dari pertanyaan itu seolah-olah tidak mendengarnya. Kemudian Salamah bertanya sekali lagi (dengan pertanyaan yang sama),

Kemudian Rosululloh SAW bersabda:
"Dengarlah olehmu semua (apa yang diperintahkannya) dan taatilah, sebab hanyasanya atas tanggungan mereka sendirilah apa-apa yang dibebankan pada mereka (yakni bahwa mereka berdosa jikalau mereka menghalang-halangi hak Ro’yahnya) dan atas tanggunganmu sendiri pulalah apa yang dibebankan padamu semua (yakni engkau semua juga berdosa jikalau tidak mentaati Imam yang sudah syah dibai'at)."
(HR. Muslim)


666. Dari Abdulloh bin Mas'ud RA, katanya: Rosululloh SAW bersabda:
"Sesungguhnya saja akan datanglah sesudahku nanti suatu keadaan mementingkan diri sendiri (dari golongan Umaro sehingga tidak memperdulikan hak Ro’yah Muslimin yang diperintahnya) serta beberapa perkara-perkara yang engkau semua mengingkarinya (tidak menyetujui karena menyalahi ketentuan-ketentuan syariat)."

Para sahabat lalu berkata:
"Ya Rosululloh, kalau sudah demikian (terjadi), maka apakah yang Tuan perintahkan kepada yang orang menemui keadaan semacam itu dari kita (kaum Muslimin)?"



Beliau s.a.w. menjawab:
"Engkau semua harus menunaikan hak orang yang harus menjadi tanggunganmu (tanggungan untuk didengar dan ditaati perintahnya, yaitu Umaro/Amirul Mu’minin) dan meminta kepada Alloh hak yang harus engkau semua peroleh."
(HR. Muttafaq 'alaih)


669. Dari Abu Huroiroh RA, katanya; Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang taat kepadaku, maka ia telah mentaati Alloh dan barangsiapa yang bermaksiat (menentang) kepadaku, maka ia telah bermaksiat pula kepada Alloh dan barangsiapa yang mentaati amir (pemegang perkara muslimin, Amirul Mu’minin), maka ia benar-benar mentaatiku dan barangsiapa yang bermaksiat kepada amir, maka ia benar-benar bermaksiat kepadaku."
(HR. Muttafaq 'alaih)


670. Dari lbnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang membenci sesuatu tindakan dari amirnya (Imam yang memegang perkara mu’minin), maka hendaklah ia bersabar, sebab sesungguhnya saja barangsiapa yang keluar (yakni membangkang) dari seseorang sultan (Amirulmu’nin) dalam jarak sejengkal, maka matilah ia dalam keadaan mati jahiliyah."
(HR. Muttafaq 'alaih)


671. Dari Abu Bakrah r.a., katanya: Saya mendengar Rosululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa yang merendahkan seseorang sultan (Amirulmu’minin), maka ia akan
direndahkan oleh Alloh (di dunia dan akherot)."
(HR. Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan)







Larangan Meminta Jabatan Umaro’



Alloh Ta'ala berfirman:

"Perumahan akhirat Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menghendaki berbuat kesombongan di bumi dan pula tidak membikin kerusakan dan penghabisan yang baik adalah untuk orang-orang yang bertaqwa."
(QS. Al-Qashash: 83)


672. Dari Abu Said (yaitu Abdur Rahman bin Samurah RA), katanya: Rosululloh SAW bersabda kepada saya:
"Hai Abdur Rohman bin Samurah, janganlah engkau meminta jabatan amir (Umaro), sebab jikalau engkau diberi (jabatan Umaro) tanpa adanya permintaan daripadamu, maka engkau akan diberi pertolongan oleh Alloh dalam memegang jabatan itu, tetapi jikalau engkau diberi dengan sebab adanya permintaan daripadamu, maka engkau akan dipalingkan dari pertolongan Alloh.”

(Lalu sabda Rosululloh SAW, membahas perkara lain)
“Jikalau engkau bersumpah atas sesuatu yang disumpahkan, kemudian engkau mengetahui sesuatu yang selainnya itu lebih baik daripada apa yang engkau sumpahkan tadi, maka datangilah (yakni laksanakanlah) apa-apa yang lebih baik tadi serta bayarlah kaffarah (denda) karena sumpahmu itu."
(HR. Muttafaq 'alaih)


673. Dari Abu Zar RA, katanya: Rosulullah SAW bersabda:
"Hai Abu Zar, sesungguhnya saya melihat engkau itu adalah seorang yang lemah dan sesungguhnya saya mencintai untukmu sesuatu yang saya cintai untukku sendiri. Janganlah engkau menjadi seorang amir (Umaro atau Qodi) atas dua orang (maksudnya sekalipun yang diperintah itu hanya sedikit dan diibaratkan dua orang), tetapi jangan suka menjadi penguasa atau yang membawahi mereka (dan jangan pula engkau mendekati semisal menjadi peramut harta anak yatim) sehingga engkau pakai untuk keperluanmu sendiri."
(HR. Muslim)


674. Dari Abu Zar RA, katanya: Saya berkata:
Yaa Rosululloh, tidakkah Tuan suka menggunakan saya (yakni mengangkat saya sebagai seorang pengurus, semisal: Qodi’, Amil, dll). Beliau SAW lalu menepuk bahuku dengan tangannya,

Lalu bersabda: "Hai Abu Zar, sesungguhnya pada hari kiamat engkau adalah seorang yang lemah dan sesungguhnya jabatan pengurus (pengurus di dalam Jama’atulmuslimin) itu adalah sebagai amanat dan sebenarnya jabatan sedemikian itu adalah merupakan kerendahan serta penyesalan (pada hari kiamat) bagi orang yang tidak dapat menunaikan amanatnya, kecuali seseorang yang mengambil amanat itu dengan hak sebagaimana mestinya dan menunaikan apa yang dibebankan atas dirinya perihal amanat yang dipikulkan tadi.”
(HR. Muslim)








Imamah Jama’atulMuslimin Supaya Mengangkat Wazir
(Wakil-wakil) Yang Adil
(Mampu Menegakan Hukum Alloh dan Rosululloh)



Alloh Ta'ala berfirman:
"Para kekasih pada hari itu (yakni hari kiamat) adalah merupakan musuh antara yang setengah
dengan setengah yang lainnya, melainkan orang-orang yang bertaqwa."
(QS. Az-Zukhruf: 67)


676. Dari Abu Said dan Abu Huroiroh RA bahwasanya Rosululloh SAW bersabda:
"Tiada seorang Nabipun yang diutus oleh Alloh dan tidak pula Alloh mengangkat seorang Khalifah, melainkan Nabi atau Khalifah itu mempunyai dua golongan (yang bertentangan). Golongan yang satu menyuruhnya (membisikan/memberikan masukan) untuk mengerjakan kebaikan dan mengajaknya melaksanakan sedemikian itu sedang golongan yang satunya lagi menyuruhnya mengerjakan kejahatan dan mengajaknya melaksanakan sedemikian itu. Seseorang yang terjaga (dari kemaksiatan) ialah yang dipelihara (niat, ucapan dan perbuatannya) oleh Alloh."
(HR. Bukhori)


677. Dari Aisyah RA, katanya: Rosululloh SAW bersabda:
"Apabila Alloh itu menghendaki kepada seseorang amir (Imam/Amirul Mu’minin) menjadi baik (menegakan hukum Alloh dan Rosululloh), maka Alloh memberikannya seorang wazir yang benar (mampu menegakan hukum Alloh dan Rosululloh). Jikalau amir itu lupa dari melaksanakan kebaikan (hukum Alloh dan Rosululloh), maka wazir itu mengingatkannya dan jikalau amir itu ingat (untuk melakukan hukum Alloh dan Rosululloh), maka wazir itu memberikan pertolongannya (mendukungnya). Tetapi apabila Alloh menghendaki kepada seseorang amir menjadi yang selain itu (yakni menjadi amir yang jair), maka Alloh membuat untuknya wazir yang jair pula. Jikalau amir itu lupa (dari
melaksanakan hukum Alloh dan Rosululloh), maka wazir itu tidak suka mengingatkannya dan jikalau amir itu telah ingat (untuk melaksanakan hukum Alloh dan Rosululloh), maka wazir itupun tidak suka memberikan pertolongan padanya (mendukungnya)."
(HR. Abu Dawud dengan isnad yang baik menurut syaratnya Imam Muslim)








Larangan Memberikan Jabatan Amirul Mu’minin dan Wazirnya (Termasuk Pengurus Jama’atulmuslimin, Seperti; Qodi’, Amil, dll) Kepada Orang Yang Memintanya Atau Tamak Untuk Memperolehnya, Dengan Menawarkan Diri Untuk Jabatan Itu



678. Dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., katanya:
"Saya masuk ke tempat Nabi SAW bersama dua orang dari keponakanku, salah seorang dari dua orang ini berkata:
"Yaa Rosululloh, berikanlah kepada kita jabatan sebagai amir (Jabatan Umaro) untuk memerintah sebagian daerah yang dikuasakan oleh Alloh 'Azzawajalla pada Tuan."
Orang yang satunyapun berkata demikian,

Lalu Beliau SAW bersabda:
"Sesungguhnya kami. ini, demi Alloh, tidak akan memberikan kekuasaan untuk memegang suatu tugas kepada seseorang yang nemintanya ataupun seorang yang tamak (atau loba/cengkal) untuk nemperolehnya."
NB:

Demikian kami cukupkan pembahasan singkat mengenai topik ini, semoga Alloh –Sub’hanahu wata’ala- memberikan kemanfaatan dan kebarokahan kepada seluruh muslimin filjamaah dan menjadikan pembahasan ini sebagai amalsholih tercatat tersendiri di sisi Alloh . . . Amiiin . . .



Depok, 12 Muharrom 1433H/8 Desember 2011M


Al-Kholid As-Saif Bin Al-Bangkalany