Selasa, 20 September 2011

MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI/PENDAPAT




إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له .وأشهد أن لا إله إلا الله وحده .لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله

أما بعد



MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI/PENDAPAT
===========================================================================
Sesuai dengan judul di atas dalam PEMAPARAN dibawah ini akan dipaparkan pokok-pokok perbahasan yang meliputi:-
1) Pengartian Manqul, Musnad, Muttashil dan Ro’yi
2) Wajibnya Manqul dan Haramnya Ro’yi
3) Utamanya/tinggi Ilmu Manqul, Musnad, Muttashil

1. PENGARTIAN MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI
1.1 MANQUL
Manqul dari bahasa arab berasal dari kata Naqola. Manqul secara harfiyah artinya yang dipindahkan. Adapun arti menurut agama Islam adalah belajar mengaji Quran dan Hadis dengan cara berguru atau ilmu Quran dan Hadis yang dimiliki oleh seseorang itu diperoleh melalui proses pemindahan ilmu dari guru ke murid. Adapun sistem manqul ada beberapa macam cara antara lain:-
a) Guru yang membacakan ilmu, murid mendengarkan.
b) Guru sedang mengajar ilmu kepada muridnya kemudian ada orang lain mendengarkannya.
c) Dengan sistem munawalah yaitu guru memberi hak/persetujuan kepada muridnya yang dipandang sudah menguasai ilmu manqul untuk mengerjakan dan mengajarkan ilmu tersebut atau guru berkirim surat yang berisi Al Quran dan atau Hadis kepada muridnya tentang suatu masalah lalu murid membaca dan melaksanakannya.

1.2 MUSNAD
Musnad artinya ilmu yang diberikan itu mempunyai sanad/isnad yang sahih, hasan, dll. Sanad/isnad (berasal dari kata asnada) artinya sandaran, tempat bersandar. Maksudnya mengajarkan (membaca, memberi makna dan menerangkan) Al Quran dan Hadis dengan sandaran guru yang mengajarkan kepadanya, gurunya dari gurunya lagi dan seterusnya. dengan metode demikian maka akan terlihat mana2 riwayat tingkatan keotentikan suatu hadits, seperti: sahih, hasan, gorim dll.



1.3 MUTTASHIL
Muttashil artinya bahwa masing-masing sanad/isnad itu bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Jadi manqul-musnad-muttashil artinya mengaji Al Quran dan Hadis secara langsung seorang atau beberapa orang murid yang menerima dari seorang atau beberapa gurunya tersebut asalnya menerima langsung dari gurunya dan gurunya menerima dari gurunya lagi, sambung bersambung begitu seterusnya tanpa terputus sampai kepada penghimpun Hadis separti Bukhari, Muslim, Nasai, Tirmizi, Abu Daud, Ibnu Majah dll yang telah menulis isnad-isnad mereka mulai dari beliau-beliau (penghimpun Hadis) sampai kepada Rosululloh SAW. Rosululloh bersambung sehingga Jibril dan Jibril daripada Alloh.

1.4 RO’YI
Ro’yi berasal dari kata ro’aa artinya pandangan, pengelihatan, pendapat, maksudnya adalah belajar atau mengkaji Al Quran dan Hadis sendiri tanpa guru, tidak memiliki isnad muttashil atau berguru dari guru yang tidak berisnad atau membaca buku-buku/ kitab-kitab sendiri kerana merasa bisa menafsir bahasa arab sendiri, difaham-fahami sendiri, diangan-angankan sendiri. Sehingga pengamalannya hanya berdasarkan sangkaan belaka/hawa nafsu.

2. WAJIBNYA MANQUL DAN HARAMNYA RO’YI
Menurut aslinya mengkaji atau mempelajari ilmu Al quran dan Hadis itu harus dengan metode manqul-musnad- muttashil dan muhlis kerana Alloh. Kerana penyampaian ilmu Al Quran dan Hadis dengan cara manqul, musnad, muttashil adalah cara yang dipraktikkan oleh Rsululloh SAW, para sahabat, para tabi’in dan ulama-ulama salafusssholihin.
Dari beberapa ayat Al Quran dan Hadis yang telah kita kaji bersama secara manqul kita telah mendapatkan keterangan-keterangan yang jelas bahwa Alloh menurunkan wahyu kepada Rosululloh SAW dengan sistem manqul yaitu dimanqulkan oleh Malaikat jibril secara teori dan praktikal. Misalnya ketika Rosululloh SAW menerima kemanqulan bacaan Al Quran diperingatkan untuk tidak tergesa-gesa menggerakkan lisan-lisannya mendahului Malaikat Jibril tetapi supaya memperhatikan dahulu setelah Malaikat Jibril selesai membacakan Al Quran, lalu Rosululloh SAW baru disuruh mengikuti bacaan tersebut.
Firman Alloh yang bermaksud: “Kamu jangan menggerakkan lisanmu (untuk mendahului Malaikat Jibril dalam membaca Al Quran) kerana tergesa-gesa dengannya. Sesungguhnya atas kami pengumpulan Al Quran dan bacaannya. Maka ketika selesai kami bacakan Al Quran itu maka ikutilah bacaannya kemudian sungguh ada pada kami keterangan Al Quran itu. (Al Qiyaamah 16-19)
Inilah bukti Rosululloh SAW menerima wahyu secara manqul. Contoh lagi ialah pada waktu Alloh menurunkan wahyu pertama kali yaitu surah Al-Alaq, Malaikat Jibril membacakan lafaz iqro, maka Rosululloh SAW juga menirukan lafaz iqro. Contoh lagi ialah pada waktu Alloh menurunkan wahyu tentang waktunya solat. Malaikat Jibril menunjukkan waktunya solat dengan cara mengajak solat bersama setiap waktu solat selama 2 hari berturut-turut yaitu hari pertama dikerjakan waktu awalnya solat dan hari kedua dikerjakan pada waktu akhirnya solat. Setelah itu Rosululloh SAW dan ummatnya disuruh mengerjakan solat pada waktu yang telah ditentukan antara awal dan akhirnya waktu solat.
Para sahabat dan para tabi’in juga menggunakan ilmu manqul. Sufyan bin Uyainah pernah bercerita : Zuhri (perawi hadis) pada suatu hari meriwayatkan sebuah hadis, maka aku berkata ” Ceritakan padaku tidak usah pakai isnad”. Imam Zuhri menjawab: “Apakah engkau bisa naik loteng tanpa naik tangga?”.
Imam Tsaury berkata: “Isnad itu senjata orang mukmin”
Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Mencari isnad yang luhur itu sunnah orang dahulu kerana sesungguhnya teman-teman Abdullah itu berangkat dari Kufah menuju Madinah, mereka belajar dari Umar dan mendengarkan beliau”. Jadi orang dahulupun mencari ilmu pada orang yang berguru.
Ibnu Mubarak (perawi hadis) berkata di dalam mukadimmah Hadis Riwayat Muslim
“Dari Ahli Marwa berkata, saya mendengar Abdan bin Usman berkata, saya mendengar dari Abdullah bin Mubarak ia berkata “Isnad itu termasuk (bagian dari) agama dan seandainya tidak ada isnad maka orang akan berkata (masalah agama) sesuka hatinya”

Imam Hakim dan lain-lainnya meriwayatkan dari Mathor al Waroq mengenai firman Alloh:
“… datanglah kepadaku dengan kitab sebelum ini atau atsar/labet/isnad dari ilmu jika kamu sekelian orang-orang yang benar” (Surah Al-Ahqaaf :4)
Dia berkata: “Atsarotin adalah isnadul Hadis”
Muhammad bin As Syafie yang menyusun kitab Hadis Musnad Syafie beliau mempelajari kitab Hadis Muwatta’ yang disusun oleh Imam Malik. Beliau hafal di dalam kepala seluruh isi kitab Muwatta’ tersebut dan faham isinya. Mengingatkan wajibnya manqul maka Imam Abu Idris As Syafie memerlukan datang ke Madinah semata-mata untuk menemui Imam Malik dan mengesahkan ilmunya dengan cara manqul langsung, Imam As Syafie membaca kitab Muwatta’ secara hafalan dan Imam Malik diam mendengarkannya.
Di dalam Hadis Bukhari diriwayatkan : Jabir bin Abdillah merantau sejauh perjalanan satu bulan menemui Abdullah bin Unais hanya untuk mendapatkan satu Hadis Sahaja. Ini menunjukkan wajibnya manqul.
Mengkaji Al Quran dan Hadis dengan cara manqul, musnad, muttashil bukan sekadar methode/cara tetapi hukumnya “WAJIB”
“Kamu mendengarkan dan akan didengarkan dan orang yang telah mendengar dari kamu akan didengar pula.” (Riwayat Abu Daud)
“Dari sahabat Jundab ia berkata: Rosululloh SAW telah bersabda: Barang siapa yang mengucapkan (menerangkan) kitab Alloh yang Maha Mulia dan Maha Agung dengan ro’yu/pendapatnya (secara tidak manqul), walaupun benar maka sungguh ia telah salah” (Riwayat Abu Daud). Sedangkan mengkaji Al Quran dan Hadis tanpa manqul atau Ro’yi dilarang dalam agama Islam dan diancam dimasukkan ke dalam neraka. Berarti hukumnya “HARAM” berdasarkan dalil
“Dari Ibnu Abbas r.a berkata bahwa Rosululloh SAW bersabda “Barang siapa membaca Al Quran tanpa ilmu (tidak sanad/isnad/manqul) maka hendaklah menempati tempat duduknya di Neraka” (Riwayat At Tirmizi)

3. TINGGINYA (KEUTAMAAN) ILMU MANQUL
Dengan demikian praktik dalam menetapi Al Quran Hadis secara jama’ah ini yang kita junjung tinggi ini berdasarkan dalil-dalil haq dalam Al Quran dan Hadis dan secara kenyataannya Alloh memberikan nilai yang tinggi di antaranya:-
3.1 ILMU MANQUL MENGESAHKAN AMALAN
Dengan ilmu manqul amal ibadah seseorang menjadi sah, diterima oleh Alloh, diberi pahala oleh Alloh, dimasukkan syurga. Tetapi tanpa manqul atau ro’yi ibadah seseorang tidak sah, tidak diterima oleh Alloh, tidak mendapat pahala bahkan dimasukkan ke dalam Neraka berdasarkan dalil:
Firman Alloh yang bermaksud: “Dan janganlah kamu mengatakan/mengerjakan pada apa-apa yang tidak ada ilmu bagimu (sanad/isnad/ilmu manqul). Sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati semuanya itu akan ditanya/diurus oleh Alloh (Surah Al Isra’:36)
“Dari sahabat Jundab ia berkata: Rosululloh SAW telah bersabda: Barang siapa yang mengucapkan(menerangkan) kitab Alloh yang Maha Mulia dan Maha Agung dengan pendapatnya(secara tidak bersanad/isnad/ manqul), walaupun benar maka sungguh ia telah salah” (Riwayat Abu Daud)

Orang yang mangaji Al Quran dan Hadis dengan ro’yi (tidak manqul) sama halnya dengan orang yang menggunakan mata uang asli tetapi dengan cara yang tidak sah. Umpamanya uang itu hasil curian atau separti masuk rumah orang lain tanpa izin pemiliknya atau masuk rumah tidak melalui pintu atau merosakkan pintu.
3.2 ILMU MANQUL MENJAGA KEMURNIAN AGAMA
Kemurnian agama Islam dapat dijaga dengan cara manqul-musnad-muttashil kerana kita mengatakan, mengamalkan Al Quran dan Hadis ada sandarannya/sanadnya/silsilahnya yang sambung-bersambung sampai Rosululloh SAW tanpa berani menambah, mengurangi atau mencampur dengan pendapat sendiri, angan-angan sendiri, menafsirkan sendiri, otak-atik sendiri. Sehingga ilmu Al Quran dan Hadis tetap terjaga kemurniannya. Jika kita berani menambah, mengurangi atau mencampuri Al Quran dan Hadis di luar ilmu yang telah dikaji berdasarkan sanad periwayatan/ kemanqulannya diancam dimasukkan ke dalam Neraka.
Berdasarkan sabda Rosululloh SAW yang bermaksud: “Takutlah kamu pada Hadis dariku kecuali apa-apa yang kamu ketahui. Barang siapa yang dusta atasku dengan sengaja (hadis bukan dari Nabi dikatakan dari Nabi atau dari Nabi dikatakan bukan dari Nabi) maka hendaklah menempati tempat duduknya di Neraka dan barang siapa yang mengatakan tentang Al Quran dengan pendapatnya sendiri (bid’ah, taqlid, takhoyul, syirik, khurofat, dll) maka hendaklah menempati tempat duduknya di Neraka” (Riwayat at Tirmizi)
Terjaganya kemurnian agama Islam dengan cara manqul-musnad-muttashil jauh dari bid’ah, syirik, khurafat, tahyul dan lainnya dapat digambarkan sebagaimana air gunung yang jernih, bersih, sejuk dan terasa segar bagi sesiapa sahaja yang minum di tempat sumbernya (mata airnya). Jika ada orang yang ingin merasakan (minum) air itu jauh dari sumbernya/tempat mata iarnya maka harus melihat kepada saluran apa air datang ke situ.
Kalau saluran itu berupa sungai yang terbuka tidak terjaga maka automatik rasanya akan berubah bahkan bisa menjadi racun kerana banyak orang yang membuang kotoran, toksid, sisa rumah tangga, sisa industri, sampah ke sungai itu, sehingga sungai itu tercemar. Tetapi jika saluran air itu melalui pipa yang baik dan kuat serta terjaga rapi meskipun jauh dari sumbernya. Bahkan walaupun di dalam tandas-tandas sekalipun, air yang keluar daripada pipa akan tetap sama dengan di tempat-tempat lain sama ada di dalam kota atau di kampung-kampung, maka rasa air yang keluar dari paip akan sama segarnya dan sama bersihnya dengan air ditempat sumbernya.
Ilmu digambarkan air, sumber mata air menggambarkan asalnya ilmu yaitu dari Alloh dan Rosululloh SAW. Sedangkan paip yang baik dan kuat digambarkan sebagai isnadnya. Inilah gambarannya!

3.3 ILMU MANQUL MUDAH DIFAHAMI DALAM WAKTU YANG SINGKAT
Dengan sistem manqul ilmu Al Quran dan Hadis akan mudah untuk difahami dalam waktu yang relatif singkat, tidak berpusing-pusing/berbelit-belit sehingga kita segera dapat mengamalkannya dengan benar dan sah. Sebagaimana keterangan-keterangan yang kita terima dari para mubalik, bahwa syaikh Nurhassan Al Ubaidah pada waktu mengaji secara manqul di tanah Hijjaz Mekah Al Mukarramah-Madinah hanya memerlukan waktu 10 tahun sahaja. Alhamdulillah atas kuruniaan Alloh dalam waktu 10 tahun itu beliau dapat menerima kemanqulan Al Quran 30 juz bacaan, makna dan keterangan dengan ilmu alatnya, Qiro’atussab’a (21 macam bacaan) dan dapat menamatkan kitab-kitab hadis yang kesemuanya berjumlah 49 Kitab Hadis, semua itu dengan cara manqul dan beliau benar-benar faham terhadap Al Quran dan Hadis yang diterima secara manqul.
Setelah pulang dari Mekah, beliau terus amar makruf kepada sanak saudara, handai taulan, sahabat-sahabatnya, kenalannya dan siapa sahaja untuk diajak menetapi agama Islam yang haq berdasarkan Al Quran dan Hadis secara berjama’ah. Mereka ada yang bergabung dan ada yang menolak juga ada yang merintangi/menentang tetapi beliau tidak jatuh mental/takut, tetap bersemangat dalam amar makruf dengan bermacam-macam cara, di antaranya beliau selalu mengadakan pengajian khataman/asrama Al Quran dan Hadis secara manqul-musnad-muttashil dan tempat pengajiannya berpindah-pindah. Dalam waktu kurang lebih satu bulan setiap khataman/asrama bisa mengkhatamkan Al Quran 30juz bacaan, makna dan keterangan secara jelas, dan mudah difahami sehingga para peserta khataman pulang dari pengajian merasa puas, senang, gembira dan mantap.
Sampai sekarang kita terus menerus melaksanakan pengajian-pengajian Al Quran dan Hadis dengan sistem manqul-musnad-muttashil sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat memahami Al Quran dan Hadis dengan mudah. Separti pengajian khataman/asrama di pondok-pondok, daerah-daerah pada bulan Ramadhan atau waktu lainya dalam waktu kurang dari satu bulan Al Quran 30juz bacaan, makna, keterangan dapat dikhatamkan atau 12 Kitab himpunan Hadis Nabi dapat dikhatamkan dalam waktu kurang lebih satu bulan. Contoh lagi ialah pengajian Hadis-Hadis Besar separti Sahih Bukhari, Sunan Nasa’I, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmizi dan lainnya dalam waktu kurang lebih 15 hari satu juz dapat dikhatamkan.
Dengan cara manqul pengkajian dan pemahaman terhadap isi Al Quran dan Hadis jadi mudah, jelas, cepat dan tepat kerana ada yang menuntun dan membimbing secara langsung. Sebagai contoh mudah, jelas dan tepatnya dalam menerima Al Quran dan Hadis secara manqul digambarkan separti orang yang disuruh mengambil jarum. Orang yang menyuruh menjelaskan: “Ambilkan jarum, jarumnya berada di dalam almari pakaian yang ada di kamar tidur paling utara, kunci almari ada di atasnya, bukalah almari pakaian itu dan carilah jarum itu pada rak yang paling bawah di situ ada bungkusan kain warna hijau, jadi di situlah letaknya jarum”. Orang yang menerima perintah itu dengan sendirinya akan dengan mudah, cepat dan tepat untuk mengambil jarum yang dimaksudkan.
Sedangkan bagi orang yang tidak manqul digambarkan separti orang yang disuruh mengambil jarum dalam almari tersebut belum sampai dijelaskan/dimanquli dia langsung terus mencari sendiri padahal dalam rumah itu kamarnya banyak almari, pakainnya banyak dan dikunci, maka orang tersebut tidak bisa menemukan jarum yang dimaksudkan, seandainya bisa menemukan, itu hanya suatu kebetulan atau setelah bersusah payah membongkar/menyelongkar seluruh isi rumah.

3.4 ILMU MANQUL MEMPUNYAI KEHEBATAN, WIBAWA, GUNA, JAYA, MULIA
Alloh memberikan “Kehebatan, Wibawa, Guna, Jaya dan Mulia” kepada ilmu manqul. Hanya ilmu Al Quran dan Hadis yang diajar secara manqul-musnad-muttashil yang dapat menumbuhkan keimanan, ketakwaan, kejayaan, kemenangan dan kemuliaan (berupa Syurga).
Kita kembali kepada sejarah perjuangan lampau, Guru/Syaikh Nurhassan Al Ubaidah kita, dalam amar makruf menyampaikan agama Islam yang haq ini dengan berbagai macam cara di antaranya beliau pernah mendatangi atau mengumpulkan beberapa ulama diajak kepada kebenaran kerana yang mereka amalkan selama ini dilihat dari segi AlQoran & AlHadits tidak cocok/sesuai yang sebenarnya, kerana mereka tidak mahu, mereka diajak dialog, jika mereka dapat mengalahkan dengan dasar Al Quran dan Hadis beliau sanggup di perbuat apa sahaja.
Perdebatan yang pernah beliau hadiri salah satunya terjadi pada tahun 1952 bertempat di rumah Ketua Kampung. Perdebatan itu dihadiri oleh lebih kurang 35 orang guru pondok dan umat Islam lebih kurang 1,000 orang dari sekitar kampung. Masalah yang diperdebatkan di antaranya masalah beduk, kentongan, kenduri /doa selamat orang mati, usholi dsb ditinjau dari hukum Islam sebenarnya(ilmu manqul) bahkan mereka disuruh bertanya apa sahaja tentang Islam, semua pertanyaan mereka dijawab berdasarkan Al Quran dan Hadis. Dan mereka tidak dapat menyalahkan jawapan beliau. Hal itu menunjukkan sebahagian contoh bahwa Alloh memberikan “kehebatan, wibawa” dan “jaya”(kemenangan) pada ilmu manqul.

Dengan ilmu secara manqul-musnad-muttashil Alloh memberikan “guna” (manfaat). Dengan cara manqul-musnad-muttashil seseorang akan mempunyai keimanan yang kuat, kukuh, tidak mudah terpengaruh dan imannya separti akar pohon yang kuat dan rimbun daunnya, serta berbuah tanpa mengenal musim. Iman dan takwanya selalu nampak di mana sahaja dan dalam keadaan apa sahaja, separti telah digambarkan oleh Alloh dalam Surah Ibrohim: 24-25
“Apakah kamu belum tahu (Muhammad) bagaimana Alloh membuat gambaran kalimat yang baik(kalimat yang menunjukkan haq, kalimat tauhid, Al Quran), kalimat yang baik separti pohon yang baik, akarnya kuat, daunnya rimbun dan berbuah setiap musim dengan izin Tuhannya. Demikian Alloh membuat gambaran untuk manusia supaya mereka ingat” Sebaliknya orang yang mengkaji Al Quran dan Hadis dengan tidak manqul, musnad, muttashil, tidak dapat memberi “Guna”(manfaat). Meskipun ilmunya banyak, peribadinya tidak dapat mengamalkan, Alloh menggambarkan dalam Surah Ibrahim:26
“Dan gambaran kalimat yang jelek/buruk (kalimat yang batil, kalimat yang sesat) sebagaimana pohon yang tidak kuat, mudah tumbang dari atas bumi”
















Kesimpulan
• Kita wajib bersyukur kepada Alloh yang telah memberi hidayah kepada kita semua, sehingga kita redha menerima Agama Islam secara murni, sistem pengambilan ilmu secara murni (manqul-musnad-muttashil) dan pengamalannya juga murni (tidak dicampuri dengan bid’ah Hassanah/dolala (kulu bid’ahtidolala), syirik, khurafat, tahyul, jin-jinan dan lainnya).
• Menurut aslinya mengkaji Al Quran dan Hadis itu harus dengan manqul-musnad-muttashil yaitu cara yang telah dipraktikkan oleh Rosululloh SAW, sahabat, para tabi’in dan ulama-ulama sholihin.
• Mengkaji Al Quran dan Hadis dengan cara manqul-musnad-muttashil hukumnya “WAJIB”, sedangkan dengan cara tanpa manqul/ro’yi dilarang dalam agama, hukumnya “HARAM”.
• Alloh memberikan ilmu manqul-musnad-muttashil adalah ilmu yang tinggi nilainya antaranya:
a) Mengesahkan pengamalan
b) Menjaga kemurnian keaslian Agama Islam
c) Mudah difahami dalam waktu yang relatif singkat
d) Memberikan “HEBAT, WIBAWA,GUNA(manfaat),JAYA” (kemenangan / kejayaan) “MULIA”(dunia akhirat)
e) Mengagungkan terhadap ilmu secara manqul adalah menganggap ilmu secara manqul merupakan ilmu yang paling tinggi (ilmu sejagad). Maka kita harus menganggap ilmu manqul adalah ilmu yang utama, tidak bisa dianggap remeh. Sesuai dengan sabda Rosululloh SAW yang bermaksud: “Barang siapa yang membaca dan memahamai Al Quran (secara Manqul) kemudian ia berpendapat bahwa ada seseorang yang diberi lebih utama daripada yang telah diberikan kepadanya. berarti dia mengagungkan apa-apa yang Allah meremehkan dan meremehkan apa-apa yang Alloh mengagungkan” (Riwayat Al Tabrani dari Tafsir Ibnu Katsir)
f) Mengingat utamanya ilmu secara manqul-musnad-muttashil maka ilmu tersebut harus kita jaga, pertahankan kemurniannya serta kita sebar-luaskan secara terus-menerus, sambung-bersambung, turun-temurun illa yaumil qiyamah.







Semoga Alloh Memberikan Kita HidayahNya Sampai Tutup Usia Kita dalam Naungan Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan Kebarokahan Alloh di Setiap Detik Perjalanan Hidup Kita… Amiiin…


Jakarta, 12 Maret 2009
ttd

Abdul Aziz Al-Indunisy

3 komentar:

mayanti mengatakan...

mayanti2005@gmail.com

abu hanif mengatakan...

Amshol bisa di share mas fadil

fawwazi.313@gmail.com

Alhamdulillah Jaza Kallohukhoiro

Unknown mengatakan...

izin untuk share gan,,
terimakasih

Posting Komentar