إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له .وأشهد أن لا إله إلا الله وحده .لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله
أما بعد
Sebelum Muslimin -Semoga Alloh Paring Barokah- Membaca Artikel Dibawah
Ini, Perlu diperhatikan Beberapa Poin Penting Penjelasan Tentang:
"Syahnya Penyampaian Ilmu Menurut Salafussholih" dan
"MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI/PENDAPAT"
"Syahnya Penyampaian Ilmu Menurut Salafussholih" dan
"MANQUL, MUSNAD, MUTTASHIL DAN RO’YI/PENDAPAT"
Pancasila
bukan hanya berfungsi menjadi “kompas” bagaimana warga negara
berprilaku. Namun juga bagaimana menyelenggarakan pemerintahan agar
segenap rakyat Indonesia sejahtera.
Usai reformasi Pancasila menjadi pembicaraan yang langka. Ia terlupakan. Ketika moralitas bangsa mengalami penurunan, lalu, anak-anak muda kian menjadi “western” dan radikalisme Islam dalam wujud teroris beraksi di Indonesia, barulah semua orang tersadar Indonesia sedang di tubir jurang kehancuran.
Semua sibuk mencari “penyembuh”,
Pancasila kembali digali keberadaannya, untuk menumbuhkan keasadaran
kolektif bangsa mengenai falsafah dan pedoman hidup bangsa.
“Pancasila merupakan payung yang sengaja
diciptakan oleh para pendiri bangsa ini sebagai pelindung pembangunan
bangsa. Tidak ada yang salah dengan Pancasila, yang salah adalah
penerapannya. Problema bangsa ini hanya akan selesai dengan jalan
kultural, pembatinan dengan menghargai sikap-sikap menghargai
perbedaan,” ujar Pengajar di Universitas Indonesia Mudji Sutrisno atau
Romo Mudji.
Ketika bangsa ini mulai tak tolelir
terhadap perbedaan, menurut Romo Mudji, kunci paling penting untuk
menanamkan toleransi adalah menghargai orang lain. Konsep ini sudah ada
dalam Pancasila yang dibuat oleh para pembangun bangsa. Dalam konsep ini
semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Setiap warga negara
harus dihargai dan dihormati termasuk ketika terdapat perbedaan yang
memang sudah ada dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak dulu.
Bagian tersulit dalam pendidikan
toleransi menurut Romo Mudji adalah membuat toleransi mendarah daging
dan menjadi kesadaran setiap anak. Pendidikan toleransi bukan hanya
hapalan di luar kepala. Pendidikan toleransi akan berhasil dengan cara
mengajak anak untuk melakukan tolerasni. “Semua itu dimulai dari
keluarga, disini kuncinya,” kata Romo Mudji.
Di sekolah dasar hingga atas, generasi
muda memperoleh pemahaman mendalam mengenai latar belakang historis, dan
konseptual tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bagi setiap
warga negara, merupakan suatu bentuk kewajiban sebelum dapat
melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Ini adalah kesepakatan para pendiri bangsa dan
masyarakat Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara
(Filsafat Negara), maka setiap warga negara wajib loyal (setia) kepada
dasar negaranya.
Dalam perjalanan waktu, ketika terbentuk
sebuah negara bernama Indonesia, perjalanan hidup bangsa Indonesia
sangat ditentukan oleh efektivitas penyelenggaraan negara. Untuk itu
Pancasila difungsikan sebagai dasar dalam mengatur penyelenggaraan
negara, di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam.
Bahkan saat globalisasi masuk ke dalam tiap inchi kehidupan bangsa,
Pancasila dijadikan sebagai penyaring dampak negatif yang kemungkinan
muncul.
Maka bagi pemerintah dan rakyat
Indonesia, kesetiaan, nasionalisme (cinta tanah air) dan patriotisme
(kerelaan berkorban) kepada bangsa dan negaranya dapat diukur dalam
bentuk kesetiaan (loyalitas) mereka terhadap filsafat negara (Pancasila)
yang secara formal diwujudkan dalam bentuk Peraturan perundang-undangan
(Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang, dan Peraturan
Perundangan lainnya). Kesetiaan warga negara tersebut akan nampak dalam
sikap dan tindakan, yakni menghayati, mengamalkan dan mangamankan.
Kesetiaan ini akan semakin mantap jika mengakui dan meyakini kebenaran,
kebaikan dan keunggulan Pancasila sepanjang masa.
Elaborasi Nilai-nilai Lokal
“Pancasila telah menjadi kesepakatan
bangsa Indonesia” sejak berdirinya Negara (Proklamasi) Kesatuan Republik
Indonesia tahun 1945. Dengan demikian, siapapun yang menjadi warga
negara Indonesia hendaknya menghargai dan menghormati kesepakatan yang
telah dibangun oleh para pendiri negara itu, dengan berupaya terus untuk
menggali, menghayati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila yang sila-silanya diamanatkan
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, telah menjadi kesepakatan
nasional sejak ditetapkan pada 18 Agustus 1945, dan terus berlanjut
sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia. Kesepakatan tersebut
merupakan perjanjian luhur atau kontrak sosial bangsa yang mengikat
warga negaranya untuk dipatuhi dan dilaksanakan dengan semestinya.
Seluruh masyarakat tanpa terkecuali
terikat dengan Pancasila, sebagai hasil kesepakatan berdasarkan
justifikasi yuridik (perundangan), filsafat-teoritik,
sosiologik-historik (kemasyarakatan dan kesejarahan).
Dari sisi perundangan rumusan Pancasila
terdapat dalam undang-undang dasar yang telah berlaku di Indonesia dan
beberapa Ketetapan MPR Republik Indonesia. Simak dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
……………. dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan itu terdapat pula dalam
konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949) dan Undang-undang Dasar
Sementera RI (1950). Juga ada dalam Ketetapan MPR RI No.XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia dan Ketetapan MPR RI No.V/MPR/2000 tentang
Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.
Dari sisi filsafat-teoritik, Pancasila
mengadopsi nilai-nilai ketuahanan yang diajarkan oleh seluruh agama di
muka bumi – bahwa keberadaan Tuhan adalah kebenaran hakiki, maka para
pendiri negara memulai rumusan Pembukaan UUD 1945 pada aline kedua,
keempat dan pasal 29:
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa
dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
(Alinea kedua)
…………, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, ……………..(Alinea keempat) dan Pasal 29 ayat 1 UUD 45 : Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari sisi kemasyarakatan dan
kesejarahan, menurut Bung Karno, presiden pertama RI dan pendiri bangsa,
bahwa Pancasila digali dari bumi Indonesia dan dikristalisasikan dari
nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia yang
beraneka ragam.
Nilai-nilai tersebut dapat diamati pada
kelompok masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia, yang prakteknya
disesuaikan dengan budaya masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian,
gamblang bahwa sesungguhnya Pancasila telah menjadi living reality (kehidupan nyata) jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia.
Dalam masyarakat Jawa dikenal konsep kemanusiaan dalam bentuk tepo seliro (tenggang rasa), sepi ing pamrih rame ing gawe (mau bekerja keras tanpa pamrih), gotong royong (berat
ringan ditanggung bersama). Dalam Masyarakat Minangkabau musyawarah dan
mufakat berada dalam tataran konsep kemanusiaan dan kekuasaan tertinggi
(sovereinitas), yang tercermin dalam peribahasa bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat (sovereinitas) dan penghulu beraja ke mufakat, mufakat beraja pada kebenaran (konsep kemanusiaan) dan adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (konsep religiusitas).
Soal ketuhanan masyarakat Minahasa memiliki petuah pangilikenta waja si Empung si Rumer reindeng rojor (Sekalian
kita maklum bahwa yang memberikan rahmat yakni Tuhan Yang Maha Esa).
Konsep ketuhanan dikenal dalam masyarakat Madura dalam nasehat bijak abantal sadat, sapo’iman, payung Allah (Iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa)
Di Lampung, untuk menyelesaikan berbagai persoalan dikenak nasehat bijak tebak cotang di serambi, mupakat dilemsesat (Simpang
siur di luar, mufakat di dalam balai). Inilah yang direkam dalam sila
keempat; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
Sila mengenai Persatuan Indonesia, diambil dari petuah bijak di Bolaang Mongondow Sulawesi Utara, na’buah pinayung (Tetap bersatu dan rukun). Hal ini juga dikenal di Maluku, dengan slogan kaulete mulowang lalang walidase nausavo sotoneisa etolomai kukuramese upasasi netane kwelenetane ainetane (Mari kita bersatu baik di laut maupun di darat untuk menentang kezaliman).
Tak semua praktek-praktek bijak yang
menjadi warisan turun-temurun direkam dalam tulisan ini. Namun, berbagai
suku bangsa yang ada di 33 provinsi itu memiliki nilai-nilai yang
diadopsi ke dalam Pancasila oleh Bung Karno. Rupa-rupanya para pendiri
bangsa ini telah memberi bekal, agar bangsa Indonesia mampu berdiri
sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia. Asal tak melupakan Pancasila
dan menanamnya dalam lubuk paling dalam kesadaran kolektif bangsa, lalu
menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. (LC, dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar