Rabu, 21 September 2011

Metode Penyampaian Ilmu

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له .وأشهد أن لا إله إلا الله وحده .لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله

أما بعد

 

Metode Penyampaian Ilmu

oleh Fadil Pradana pada 05 Mei 2011 jam 19:34
Para ulama’ umumnya membagi tata-cara penyampaian riwayat hadits atau ilmu (manquul) kepada 8 macam sesuai dengan tingkat kualitasnya;

1. As-sama’ min lafzh as-Syaikh, disebut juga dengan “as-sama’”.
2. Al-qira’ah ala as-Syaikh, disebut juga dengan “ardh”.
3. Al-ijazah
4. Al-munawalah
5. Al-mukatabah
6. Al-i’lam
7. Al-wasiyyah
8. Al-wijadah

(Sumber; Imam An-Nawawi, “at-Tariq li an-Nawawi Fann Ushul al-Hadits” : 15-21.)


KETERANGAN RINGKAS

1. As-sama’ min lafzh as-Syaikh; Penerimaan hadits atau ilmu dengan cara mendengar langsung dari guru yang mendiktekan dari hafalannya atau catatannya cara seperti ini oleh mayoritas ulama’ dinilai sebagai cara yang paling tinggi kualitasnya.

2. Al-qira’ah ala as-Syaikh; Murid atau temannya (sesama murid) membacakan hadits atau ilmu yg akan dipelajari di hadapan guru yang menyimak melalui hafalan atau catatannya. Hal ini spt yg dilakukan oleh imam as-Syafii ketikan manquul Kitab Muwattho’ kepada imam Malik, atau imam an-Nasa’i ketika manquul pada Harits bin Miskin guru yg membencinya.Catatan : Para ulama berbeda pendapat ada yg berpendapat bhw al-qiraah lebih tinggi kualitasnya dari pada as-sama’ akan tetapi yg lebih umum adalah yg berpendapat as-sama’ adalah yg tertinggi kemudian disusul oleh al-qira’ah. Ala kulli hal, Alhamdulillah, di dlm jamaah yg dihidup2kan adalah 2 cara manquul yg terunggul ini.

3. Al-ijazah; guru memberikan izin kepada seseorang (murid) untuk meriwayatkan (menyampaikan) ilmu yg ada pada guru, pemberian izin ini bias dinyatakan dengan bentuk lisan ataupu tulisan.

4. Al-munawalah; Guru menyodorkan kepada muridnya hadis atau ilmu yang ada padanya seraya berkata; anda saya beri ijazah (kewenangan) hadits atau ilmu saya ini.

5. Al-mukatabah; Guru menulis hadits yg diriwayatkannya untuk diberikan kepada orang (murid) tertentu, yg saat penulisan tsb bisa jadi ada di hadapan guru atau di tempat lain.

6. Al-i’lam; Guru memberi tahu kepada murid akan adanya hadits atau ilmu yang pernah diterimanya dari gurunya, tanpa disertakan penjelasan secara detailnya.

7. Al-wasiyyah; Guru mewasiatkan kitab hadits atau ilmu kepada salah satu muridnya dengan tanpa pernah membacakannya secara langsung kepada murid.


8. Al-wijadah; Seseorang yang membaca kitab atau tulisannya orang lain dg tanpa as-sama’ ataupun ijazah. Cara seperti ini oleh para ulama’ dianggap paling rendah kualitasnyabahkan seorang ahli hadits yg bernama Ahmad Muhammad Syakir tdk membolehkan periwayatan dg cara al-wijadah ini, menurutnya bila cara ini dibiarkan terus maka akan terjadi pemindahan riwayat (ilmu) secara dusta.

(Ahmad Muhammad Syakir “al-Bais al-Hasisi Ikhtishar Ulumul Hadits : 141-142).


KESIMPULAN:

Sekali lagi Alhamdulillah....., Abah KH. Nurhasan Al-Ubaidah (alm). menekankan kpd kita untuk mengutamakan cara penyampaian ilmu secara manquul dengan kualitas terbaik yaitu “as-sama’” dan “al-qiraah” yg bahasa sederhananya adalah “manquul secara langsung”, memang ada satu dua orang yg dianggap mumpuni kemudian diberi pemannquulan secara “ijazah” atau “munawalah”.Mudah2an penjelasan ini bermanfaat dan barokah.

0 komentar:

Posting Komentar